MEMBANGUN 'MORAL' BANGSA, SAATNYA GERAKAN MAHASISWA ANTI-KORUPSI UNTUK INDONESIA!

 “Mahasiswa sudah seharusnya membawa perubahan untuk membangun Indonesia.
Saatnya mahasiswa bergerak dengan membangun moral bangsa, sebuah Gerakan Mahasiswa Anti-Korupsi untuk memberantas korupsi di bumi pertiwi!.
Sejarah mencatat bahwa pemuda selalu menjadi motor perubahan, di mana seperti lahirnya Boedi Utomo, memperjuangkan kemerdekaan, dan meruntuhkan rezim Soeharto. Sebagai generasi penerus bangsa, sudah senyogyanya pada era reformasi ini peran kaum intelektual yang terdidik harus berani menyuarakan perubahan. Di mana ada kejahatan yang di lakukan oleh para pejabat publik untuk memperkaya dirinya sendiri, yaitu bahaya laten korupsi. Bahaya laten korupsi harus kita lawan dan cegah mulai sejak dalam pikiran yaitu pembentukan moral bangsa, karena intelektual-intelektual muda merupakan calon pemimpin bangsa di masa depan. Generasi yang harus bebas dari budaya korupsi dalam sebuah gerakan mahasiswa anti-korupsi.

Korupsi merupakan sebuah ancaman bagi setiap Negara termasuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Suatu fenomena dalam kehidupan sosial-kemasyarakatan yang berupaya untuk melayani dirinya sendiri, tanpa mementingkan kepentingan masyarakat dan negara. Pada perspektif filosof yaitu Aristoteles dan Machiavelli, tindakan penyelewangan dirumuskan sebagai korupsi moral (moral corruption). Di mana tindakan korupsi sebagai perwujudan immoral dengan adanya dorongan untuk memperoleh sesuatu, menggunakan metode pencurian dan penipuan dalam situasi menghkianati kepercayaan.[1]

Moral korupsi (moral corruption) seharusnya dapat kita kikis dengan menanamkan nilai-nilai yang baik dan pembentukan moral terhadap tindakan korupsi yang merupakan sebuah ancaman negara. Moral bangsa terhadap ancaman korupsi seharusnya dapat kita bentuk dalam gerakan anti-korupsi, di mana ada tiga faktor yang menetukan moralitas (pertimbangan baik dan buruk), yaitu; hakikat, motif, dan keadaan.[2] Korupsi menurut hakikatnya merupakan perbuatan yang salah karena itu tidak boleh ada istilah the end justifies the means, yang berarti kita tidak boleh menghalalkan berbagai cara untuk memperkaya diri seendiri di atas kepentingan publik. Suatu motif yang baik dalam keadaan yang baik akan menimbulkan keadaan yang baik pula, di mana apabila kita memiliki motif untuk melayani rakyat tidak akan terjadi tindakan korupsi, begitupula sebaliknya. Keadaan merupakan sebuah kesempatan dalam melakukan tindakan korupsi, namun kembali kepada motif dan hakikatnya secara moral, di mana seharusnya kita berperilaku untuk tidak mengkhianati kepercayaan masyarakat.

Seperti yang dikhawatirkan oleh founding father kita, Bung Hatta mengatakan kegelisahannya terhadap korupsi di masa mendatang dan ternyata benar bahwa saat ini korupsi benar-benar “membudaya” di Indonesia. Pada era modern ini, di Indonesia korupsi sudah menjadi tindakan yang tak asing dilakukan oleh para pejabat publik untuk memperkaya diri sendiri, dengan memanfaatkan kekuasaan serta uang negara. Korupsi sendiri merupakan kejahatan luar besar (extra ordinary crime), karena suatu bentuk tindakan yang merugikan negara dalam penyelewengan uang negara serta perusakan moral bangsa. Di mana banyak pejabat publik yang notabene sebagai “pemegang mandat rakyat”, seyogyanya melayani kepentingan rakyat, malah bertindak immoral dengan melakukan praktik korupsi untuk keuntungan  sendiri di atas kepentingan rakyatnya.

Dalam penanganan korupsi di Indonesia, pemerintah telah membuat lembaga antirasuah yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan institusi independen yang memiliki tugas untuk melakukan pemberantasan korupsi secara profesional, intensif, dan berkesinambungan.[3] Harus diakui bahwa institusi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sangat rentan mendapat intervensi oleh kelompok-kelompok kepentingan, dengan tujuan untuk melindungi “penjahat negara” di kalangan pejabat publik. Sebab, Institusi antirasuah ini seolah menjadi macan yang di takuti oleh para “penjahat negara”, alih-alih mereka bisa diterkam dan akan berujung ke dalam penjara selama bertahun-tahun atas praktik korupsi yang dilakukannya.

Ada banyak upaya untuk melemahkan institusi antirasuah ini, dari mulai konflik KPK-POLRI, Kriminalisasi KPK, dan paling baru munculnya Draf RUU KPK tahun 2015. Hal ini di sebabkan karena para koruptor ingin bertindak bebas dalam praktik korupsi tanpa adanya pengawasan dari institusi antirasuah. Akibat dari praktik korupsi  pada tahun 2014 telah merugikan negara sebesar Rp 5,29 triliun, dengan 1.328 orang yang ditetapkan sebagai tersangka oleh aparat penegak hukum.[4]

“Bayangkanlah betapa sengsaranya rakyat Indonesia dengan berbagai masalah kemiskinan, pengangguran, kesenjangan, kelaparan dan masalah sosial lainnya. Sedangkan segelintir “pejabat publik” menjadi sangat kaya raya dengan menggerus uang rakyatnya.

Adapun Indonesia dalam indeks korupsi menurut survey Transparency International, pada tahun 2014 berada di peringkat 107 dari 175 negara di dunia, yang sebelumnya berada di peringkat 114 pada tahun 2013.[5] Dalam hal pemberantasan praktik korupsi di Indonesia memang mengalami peningkatan, walaupun masih terhitung lambat dibandingkan dengan Malaysia dan Filipina. Sebab, semakin tingginya praktik korupsi di Indonesia, di mana pada tahun 2013 hanya ada 221 kasus yang berindikasi korupsi, sedangkan pada tahun 2014 ada 629 kasus korupsi yang terpantau dan telah di proses oleh aparat penegak hukum.[6]

Dalam menanggapi praktik korupsi oleh kalangan pejabat publik di Indonesia yang melakukan tindakan penyelewengan dan pencurian terhadap bangsa dan negara. Setiap tahunnya negara mengalami kerugian yang besar atas praktik korupsi, sudah seyogyanya setiap pihak melawan dan mencegah terjadinya korupsi. Dari mulai pemerintah, masyarakat serta mahasiswa yang harus berintegritas dalam sebuah gerakan anti-korupsi. Hal ini bisa di mulai dengan membangun moral bangsa untuk tidak melakukan korupsi di lingkungan sosialnya.

Sebagai mahasiswa, peran mahasiswa untuk pemberantasan korupsi, dapat dilakukan dengan membentuk sebuah organisasi anti-korupsi tingkat universitas atau nasional. Di mana organisasi ini bergerak untuk pembentukan moral bangsa seperti, pendidikan anti-korupsi, kampanye kreatif, serta pengawasan terhadap kinerja pemerintahan. Hal-hal ini penting dilakukan oleh mahasiswa, karena sebagai “agent of change” seharusnya memiliki tanggung jawab atas nasib bangsanya di masa depan.

Pendidikan anti-korupsi, merupakan sebuah sosialisasi atau tindakan preventif kepada sesama rekan mahasiswa dan masyarakat sekitar untuk mencegah terjadinya korupsi di ruang lingkup terkecil. Di mana sikap anti-korupsi harus sudah tertanam pada diri sendiri, selanjutnya baru kepada lingkungan kampus, masyarakat dan lingkup nasional. Hal ini akan menumbuhkan praktik moral yang baik, dan menghindari sikap immoral (korupsi).

Kampanye kreatif, merupakan sebuah gerakan anti-korupsi yang modern dengan menggunakan media digital atau media sosial yang sedang berkembang. Kampanye kreatif ini harus menjadi salah satu program kerja dari organisasi mahasiswa anti-korupsi, karena merupakan penyebaran informasi mengenai bahaya laten korupsi, kerugian negara, ataupun pendidikan anti-korupsi. Serta dikemas menjadi sebuah propaganda tulisan (pamflet, poster, baligho), video, atau bahkan lagu anti-korupsi yang dengan mudah dapat dimengerti oleh masyarakat.

Pengawasan terhadap kinerja pemerintah, di mana mahasiswa mengawasi tindakan atau indikasi terjadinya korupsi pada tatanan pemerintahan. Hal ini bisa dilakukan dengan bekerjasama dengan institusi yang bergerak dalam pemberantasan tindak pidana korupsi seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Indonesia Corruption Watch (ICW). Mahasiswa pun harus berperan aktif dalam memperjuangkan institusi antirasuah di Indonesia, seperti melawan adanya upaya-upaya ‘oknum’ untuk pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Upaya-upaya pelemahan institusi antirasuah yang dilakukan oleh para oknum tertentu, harus ditolak sejak dalam pikiran (moral) serta tindakan sebagai gerakan mahasiswa anti-korupsi!.”

Jadi, peran mahasiswa dalam pemberantasan korupsi adalah salah satu elemen penting untuk mengikis budaya korupsi di Indonesia yang merugikan rakyat. Gerakan mahasiswa anti-korupsi dari ruang lingkup terkecil akan menghasilkan perubahan yang besar pada masa depan bangsa, karena korupsi merupakan musuh bersama, musuh negara, bangsa dan tanah air di bumi petiwi. Serta mahasiswa merupakan generasi penerus bangsa yang nantinya akan menjadi pemimpin di masa depan. Oleh karena itu dengan membentuk moral bangsa terhadap gerakan anti-korupsi, akan tercipta pula negara dan pemimpin yang bebas dari korupsi. Sebab, walaupun sistem politik berjalan dengan baik dalam sebuah negara, perlu di dukung dengan prinsip serta gerakan anti-korupsi oleh mahasiswa dalam membentuk moral bangsa masa kini untuk terjaminnya masa depan Indonesia dari bahaya laten korupsi.

#AntiKorupsi #GerakanMahasiswaAntiKorupsi #PendidikanMoral

Merry Handayani Tumanggor

-Daftar Pustaka
ICW. (2014, Mei 25). Annual Report 2014. Retrieved November 11, 2015, from http://www.antikorupsi.org/id/doc/annual-report-2014
Poespoprodjo, W. (1999). Filsafat Moral. Bandung: Pustaka Grafika.
Results, C. P. (n.d.). Retrieved November 9, 2015, from http://www.transparency.org/cpi2014/results
Sekilas KPK. (n.d.). Retrieved November 9, 2015, from www.kpk.go.id/id/tentang-kpk/sekilas-kpk
Semma, M. (2008). Negara dan Korupsi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
 

[1] Mansyur Semma, “Negara dan Korupsi”, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta: 2008. Hlm,. 32.
[2] W. Poespoprodjo. Filsafat Moral”, Pustaka Grafika, Bandung: 1999. Hlm,. 159.
[3] www.kpk.go.id/id/tentang-kpk/sekilas-kpk di akses 9 November 2015, 02.58
[4] http://www.antikorupsi.org/id/doc/annual-report-2014 di akses 11 November 2015, pukul 03.46
[5] http://www.transparency.org/cpi2014/results di akses 09 November 2015, pukul 02.36
[6] http://www.antikorupsi.org/id/doc/annual-report-2014 di akses 11 November 2015, pukul 03.46 

Labels: